Ada seorang
laki-laki yang beragama Nasrani dan biasa dipanggil dengan julukan ”Abu
Ismail”, tepatnya di daerah Al Mushil. Ketia ia sedang berjalan-jalan di suatu
malam, ia telah mengetahui ada seorang laki-laki sedang melaksanakan salat
Tahajud di dalam rumahnya. Orang tersebut sedang membaca surat Ali Imran.
Setelah
mendengar dan menghayati apa yang dibacakan orang yang salat tadi, ia hampir
pingsan sampai menjerit secara histeris serta badannya gemetaran, hingga fajar
telah datang keadaan tersebut dialami oleh Abu Ismail.
Ia menyatakan
bertekad untuk masuk Islam pada pagi harinya, dan kemudian ia pergi ke tempat
Al Misiliy secara bergegas untuk minta ijin ikut tinggal di sana bersamanya, sampai akhirnya ia diterima.
Menangis adalah kebiasaan terbaru Abu Ismail, karena menangis terus
menerus, mengakibatkan melemahnya fungsi penglihatannya, kemudian dia ditanya,
disuruh menceritakan mengenai ”Fatah”. Ia menangis dulu sebelum menjawabnya,
lalu ia berkata, ”Tentang Al Fatah, akan saya ceritakan kepada Anda. Demi
Allah, sesungguhnya ia adalah bagaikan orang suci, hatinya selalu menggantung
dengan Dzat yang di atas sana, tentang keduniaan tiada tempat dihatinya”.
Kemudian Abu Ismail berkata lagi, bahwa dirinya ingin sekali seperti Al Fatah,
ceritanya lalu dilanjutkan, ”Pada hari raya, suatu hari saya telah bersamanya,
kami kumpul bersama, saya pulang bersama dengan dia ketika orang-orang sudah
bubar”.
Kabut yang telah menyilimuti kota Madinah, telah ia pandangi, pandangannya
telah menerawang, lalu ia berkata sambil menangis, ”Orang-orang telah
mendekatkan persembahannya. Duhai, apakah yang dapat aku persembahkan kepada-Mu
wahai kekasih”.
Setelah mengucapkan kalimat demikian ia jatuh hingga pingsan, dengan segera
orang yang berada disampingnya bergegas mencari air dan
mengusapkan ke wajahnya. Tak lama kemudian ia telah siuman. Ia mendongakan
wajahnya ke langit, ketika telah memasuki satu gang di kota Madinah, sambil
berkata, ”Tentang angan-anganku, kau telah tahu segalanya, kebimbanganku dan
juga kesedihanku di jalan duniawi, hingga sampai kapankah aku bertahan, wahai
Kekasihku”. Lagi-lagi setelah mengucapkan kalimat tersebut dia telah jatuh
pingsan, agar menjadi sadar kembali, orang yang yang berada disampingnya,
mengambil air dan mengusapkan ke wajahnya. Belum begitu lama kejadian tersebut,
akhirnya ia (Abu Ismail) telah meninggal dunia.
Disadur dari : Buku ”Kisah Perjalanan Orang-orang yang Bertaubat.”
0 komentar:
Posting Komentar