Aku, dan apa yang ada di sekitarku...
  • This is Sarimind's Blog

    Bertempurlah, Bertarunglah dalam kenyataan, Meski kau tahu akan ada kekalahan, Yakinlah; darahmu takkan sia-sia..... ( gola gong )

  • This is Sarimind's Blog

    Wahai hati, Bersabarlah dalam menanti. Yakinlah janji-Nya adalah pasti, Pada akhirnya kebahagiaanlah yang kelak kan diraih. Wahai jiwa, Tenanglah dalam lara, Percayalah bahwa janji-Nya adalah nyata. Jangan pernah ragu dengan kehendak-Nya...

  • This is Sarimind's Blog

    Take a time to THINK, it's the source of power. Take a time to READ, it's the foundation of wisdom. Take a time to QUIET, it's the oportunity to seek God. Take time to DREAM, it's the future made of. Take time to PRAY, it's the greatest power on earth.

Senin, 17 Maret 2014

Posted by ashidqy hayun on 12.09 in | No comments
Dari Ali din al-Hasan bin Syaqiq berkata, ”Saya telah mendengar Ibnu al-Mubararak telah ditanya oleh seseorang, ”Wahai Abu Abdurrahman, sebuah luka yang mengeluarkan nanah dari lututku telah tujuh tahun lamanya, dan sungguh saya telah mengobatinya dengan berbagai pengobatan, dan saya telah tanyakan kepada beberapa dokter namun tidak ada gunanya bagi saya, dia berkata, ”Pergilah ke suatu tempat di mana manusia membutuhkan air padanya lalu galilah sumur di sana, karena saya berharap di sana muncul mata air hingga darah lukamu itu berhenti, lalu orang tersebut melakukan saran itu maka dia sembuh dari sakitnya, dan segala puji hanya milik Allah.”
sedekah berkah
Al Baihaqi berkata, ”Dalam makna yang seperti ini juga, terdapat cerita syaikh kita, al-Hakim Abu Abdullah dimana wajahnya telah terluka, dan dia telah berobat dengan berbagai macam pengobatan, namun luka tersebut belum juga sembuh hingga kira-kira setahun lamanya, lalu dia memohon kepada seorang ustadz, imam Abu Utsman ash-Shabarani agar mendoakan kesembuhan untuknya dalam majelisnya di hari Jum’at. Lalu sang ustadz mendoakannya. Ketika tiba hari Jum’at berikutnya seorang wanita dalam majelis dilemparkan selembar kertas kepadanya berisi perintah agar dia pulang ke rumahnya. Lalu dia bersungguh-sungguh dalam berdoa untuk al-Hakim Abu Abdullah pada malam tersebut, kemudian dia bermimpi melihat Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, ”Katakanlah kepada Abu Abdullah agar dia memberikan air kepada kaum muslimin, lalu saya membawa selembar kertas tersebut kepada al-Hakim, dan kemudian dia memrintahkan untuk membangun saluran air di depan rumahnya, dan ketika mereka selesai membangunnya, maka dia memerintahkan  untuk menumpahkan air ke dalamnya dan melemparkan es ke dalam air, lalu orang-orang memanfaatkan air dari sumur tersebut untuk kebutuhan minum mereka, dan tidak lewat dari seminggu, terlihatlah kesembuhan lukanya dan lenyaplah luka tersebut, lalu kembalilah wajah seperti sediakala, dan dia hidup setelah kejadian itu beberapa tahun.”
Disadur dari : Buku Keajaiban Sedekah dan Istighfar, Karya Hasan bin Ahmad
Posted by ashidqy hayun on 12.06 in | No comments
pengemis
Ada seorang laki-laki yang sedang makan bersama istrinya. Mereka berdua sedang menyantap ayam panggang. Tiba-tiba datang seorang pengemis. Laki-laki tersebut keluar lalu menghardik dan mengusir pengemis itu. Selang beberapa lama laki-laki tersebut jatuh bangkrut. Kekayaannya habis sehingga dirinya harus bercerai dengan istrinya.
Setelah wanita tersebut bercerai dari suaminya, ia menikah dengan laki-laki lain. Suatu hari ia sedang makan bersama suaminya. Makanan yang mereka santap adalah ayam panggang. Pintu rumah mereka ada yang mengetuk dan ternyata seorang pengemis. Suami wanita ini berkata kepadanya, ”Berikan ayam panggang. Ternyata, peminta-minta yang datang tersebut adalah mantan suaminya yang pertama. Ia memberikan ayam panggang tersebut dan segera kembali ke dalam sambil menangis. Suaminya bertanya mengenai penyebab tangisannya. Ia menceritakan bahwa peminta-minta yang tadi itu adalah bekas suaminya yang dulu. Tidak lupa ia menceritakan bagaimana kisah suaminya yang pernah mengusir seorang peminta-minta ketika sedang makan seperti yang sedang mereka lakukan. Suami wanita tersebut berkata, ”Engkau jangan heran, demi Allah saya ini adalah peminta-minta yang dulu diusir olehnya.”

Disadur dari  Buku : Menggapai Hidayah dari Kisah karya Imam Al Ghazali
Posted by ashidqy hayun on 12.03 in | No comments
Jabir r.a. berkata, ”Suatu saat Rasulullah Saw menemui kami. Beliau berkata, ”Baru saja kawan setiaku, Jibril, pergi dari hadapanku. Ia berkata kepadaku, ”Muhammad, demi Zat yang mengutusmu secara benar; sesungguhnya Allah mempunyai seorang hamba yang menyembah-Nya selama lima ratus tahun di atas gunung di sebuah laut. Di dekat orang tersebut keluar sebuah mata air tawar sebesar jari tangan yang terus menerus mengalir. Mata air ini bersumber dari bawah gunung. Di atas gunung tersebut di dekat tukang ibadah terdapat sebuah pohon apel yang setiap malam berbuah. Siang dan malam orang itu terus-terusan beribadah kepada Allah. Ia memohon kepada Tuhannya agar diambil nyawanya dalam keadaan sujud. Dan dia meminta kepada Allah agar tidak memberi kesempatan kepada bumi atau perkara yang lainnya untuk mengganggu dirinya sampai dirinya dibangkitkan nanti dalam keadaan sujud.
apel-malang
”Maka Allah, lanjut Jibril, mengabulkan apa yang diminta olehnya. Kami biasa melewati orang tersebut ketika kami turun dari dan naik ke langit. Kami pun berdasarkan ilmu menemukan bahwa orang ini pada hari kiamat akan dibangkitkan. Ia berdiri di hadapan Allah Swt. Tuhan berkata kepadanya, ”Wahai para malaikat, masukanlah hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku!” Orang tersebut berkata, ”Wahai Tuhanku, atas amalku (bukan karena kasihan)!” Allah Swt berkata , ”Wahai para malaikat, masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku!” Orang tersebut berkata, ”Wahai Tuhanku, atas amalku (bukan karena kasihan)!” Allah Swt berkata, ”Wahai para malaikat, ukurlah amal hamba-Ku ini dengan nikmat-Ku kepadanya!” Ternyata, ditemukan bahwa sebuah nikmat dapat melihat saja telah mampu melingkup ibadahnya yang dilakukan selama 500 tahun. Kemudian, ditambah nikmat jasad yang masih jauh terbandingi oleh amalnya. Allah berkata kepada para malaikat, ”Bawa lagi orang ini ke sini!” Maka ia dihadapkan kepada Allah. Allah Swt berfirman, ”Wahai hamba-Ku, siapa yang menciptakanmu padahal sebelumnya engkau bukan apa-apa ?” Ia menjawab, ”Engkau, wahai Tuhanku!” Allah Swt bertanya lagi, ”Siapa yang menempatkanmu untuk berada di atas gunung yang berada di tengah-tengah lautan? Siapa yang mengeluarkan apel setiap malam padahal biasanya pohon apel berbuah dalam setahun sekali? Dan siapa yang diminta olehmu untuk dapat mencabut nyawamu pada saat sujud/” Sang hamba tersebut menjawab, ”Engkau, wahai Tuhanku!” Allah berkata, ”Nah, itu semua rahmat-Ku dan atasrahmat-Ku pula saya memasukkanmu ke dalam surga. Wahai para malaikat, masukkan hamba-Ku ini ke dalam surga! Sungguh, engkau hamba-Ku yang paling baik!” Maka Allah memasukkan hamba itu ke dalam surga.”

Disadur dari buku : Menggapai Hidayah dari Kisah, karya Imam Al Ghazali

Posted by ashidqy hayun on 11.55 in | No comments
Ketika Rasulullah sedang mengepung beberapa benteng di Khaibar, tiba-tiba datang seorang pengembala yang bermuka hitam. Ia menjumpai Rasulullah sambil membawa kambing-kambingnya. Pengembala hitam ini menjadi buruh pada Yahudi. Ia berkata kepada Rasulullah, ”Wahai Rasul, kemukakanlah tentang Islam kepadaku!” Rasulullah Saw. menjelaskan  Islam kepadanya sehingga ia pun masuk memeluknya. Setelah masuk Islam, pengembala tersebut berkata, ”Rasulullah, saya seorang buruh yang sedang bekerja pada pemilik kambing ini. Sebagaimana engkau ketahui bahwa kambing-kambing ini adalah adalah amanat yang
surga-firdaus
diberikan kepadaku. Sekarang bagaimana yang harus saya lakukan ? Rasulullah Saw. berkata, ”Lepaskan saja kambing-kambing itu. Biarkan mereka berjalan ke arah yang dikehendakinya, nantipun akan sampai kepada pemilikmu”. Pengembala tersebut mengambil segenggam batu krikil dan melemparkan ke arah kambing-kambing tersebut sambil berkata,”Kembalilah kamu kepada pemilikmu! Demi Allah, saya tidak akan lagi bersama-sama denganmu”. Kambing-kambing tersebut pergi seolah-olah ada yang menggiringkan. Semuanya masuk ke dalam sebuah benteng. Setelah mengembalikan kambing-kambing tersebut, si pengembala tadi segera masuk ke dalam barisan dan ikut serta dengan kaum muslimin melakukan. Ia tertimpa sebuah batu sehingga terbunuh. Sementara itu, dia belum pernah melakukan salat satu rakaat pun. Mayat pengembala tersebut dibawa kehadapan Nabi Saw. dan diletakkan di pinggirnya. Ia ditutupi mantel yang ada padanya. Rasulullah Saw. mengarahkan pandangan kepada mayat tersebut begitu para sahabat yang hadir saat itu. Tidak lama kemudian Rasulullah Saw. memalingkan mukanya. Para sahabat merasa kaget dan bertanya, ”Kenapa engkau memalingkan muka darinya?” Rasulullah Saw. :sesungguhnya sekarang ia sedang dibarengi oleh seorang bidadari yang sedang membersihkan debu dari mukanya”.

Disadur dari : Buku Menggapai Hidayah dari Kisah

Posted by ashidqy hayun on 11.50 in | No comments
neraka-jahanamSuatu saat Nabi Musa bermunajat kepada Allah di bukit Thursina. Di antara munajat yang dilantunkannya adalah, ” Ya Allah, tunjukkanlah keadilan-Mu kepadaku!” Allah berkata kepadanya, ”Jika saya menampakkan keadila-Ku kepadamu, engkau tidak akan dapat sabar dan tergesa-gesa menyalahkan-Ku”. ”Dengan taufik-Mu, ”kata Musa, ”aku akan dapat bersabar menerima dan menyaksikan keadilan-Mu.” Allah berkata, ”Kalau begitu, pergilah engkau ke mata air anu! Bersembunyilah engkau di dekatnya dan saksikan apa yang akan terjadi!”.Musa pergi ke mata air yang ditunjukkan kepadanya. Dia naik ke atas sebuah bukit dan bersembuyi. Tidak lama kemudian datanglah seorang penunggang kuda. Dia turun dari kudanya, lalu wudu, dan meminum air. Setelah itu dia shalat dan meletakkan sebuah kantong di pinggirnya yang berisi uang seribu dinar.Setelah selesai melakukan shalat, penunggang kuda tadi bergegas pergi dan sangat terburu-buru sehingga dia lupa terhadap kantongnya. Tidak lama kemudian datang seorang anak kecil untuk meminum air dari mata air itu. Ia melihat ada sebuah kantong lalu mengambilnya dan langsung pergi.Setelah anak kecil pergi, datang seorang kakek yang buta. Ia mengambil air untuk diminum lalu wudhu dan shalat. Setelah si kakek selesai melakukan shalat, datang penunggang kuda yang ketinggalan kantongnya itu. Dia menemukan kakek buta itu sedang berdiri dan akan segera beranjak dari tempatnya. Si penunggang kuda berkata, ”Kamu pasti mengambil kantongku yang berisi uang di sini.” Betapa kagetnya si kakek buta itu. Ia berkata, ”Bagaimana saya dapat mengambil kantongmu sementara mataku tidak dapat melihat ?” Penunggang kuda itu berkata, ”Kamu jangan berdusta! Sebab, tidak ada orang lain selain kamu.” Si kakek buta berkata, ”Betul, saya berada di sini sendirian. Namun, kamukan tahu mataku tidak dapat melihat.” Si penunggang kuda berkata, ”Mengambil kantong itu tidak harus dengan mata, dungu! Tetapi dengan tangan! Walaupun mata kamu tidak melotot, tanganmu tetap dapat digunakan.” Akhirnya, si kakek itu dibunuh oleh penunggang kuda. Setelah si kakek buta di bunuh, ia mengeledahnya untuk menemukan kantongnya. Namun, ia tidak menemukannya. Maka, ia pergi meninggalkan mayat kakek but tersebut.Ketika Musa melihat kejadian tersebut, dia berkata, ”Ya Tuhan, sungguh saya tidak sabar atas kejadian itu. Namun, saya yakin Engkau sangat adil. Kenapa kejadian menggenaskan itu bisa terjadi ?”Tidak lama kemudian datanglah malaikat Jibril dan berkata, ”Allah memerintahkan kepadaku agar menyampaikan penjelasan-Nya kepadamu. Dia menyebutkan bahwa diri-Nya sangat mengetahui hal-hal ghaib yang tidak engkau ketahui. Dia menyebutkan bahwa anak kecil yang mengambil kantong adalah mengambil haknya. Dulu, ayahnya pernah bekerja di si penunggang kuda itu namun ia tidak bayar secara zalim. Jumlah yang harus dibayarkan kepada ayah anak itu adalah sejumlah uang yang ada di kantong itu. Adapun kakek buta adalah orang yang membunuh ayah anak kecil itu sebelum mengambil kebutaan.”
Disadur dari : Buku Menggapai Hidayah dari Kisah Karya Imam Al-Ghazali
Posted by ashidqy hayun on 11.46 in | No comments
sholehah
Mereka yang biasa hidup dalam kemewahan dan kemegahan dunia seringkali merasa sulit untuk berpisah dengannya. Namun bagi Fathimah binti Abdul Malik yang didik dengan landasan Islam yang kuat, kemewahan dan kemegahan dunia tak ubahnya sesuatu yang tidak berharga sehingga dengan mudahnya ia mengenyahkan kemewahan dan kemegahan dunia itu dari hatinya. Padahal sejak kecil ia terbiasa hidup dalam kemewahan karena ayahnya, Abdul Malik bin Marwan adalah seorang khalifah.       Kezuhudan terhadap dunia terbukti ketika ia menikah dengan Umar bi Abdul Aziz, seorang khalifah yang terkenal kesederhanaannya. Saat menikah dengan Fathimah, Umar bin Abdul Aziz belum diangkat sebagai khalifah.
Beberapa waktu kemudian Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah. Sejak saat itu kehidupan Fathimah berubah total. Sesudah Umar bin Abdul Aziz dilantik sebagai khalifah, ia memanggil istrinya seraya berkata, “Wahai istriku sayang, aku ingin engkau memilih satu diantara dua hal.
” Hal apa yang harus kupilih, wahai suamiku ?” balas Fathimah.
 “Pilihlah antara perhiasan yang kau pakai atau aku, Umar bin Abdul Aziz sebagai pendampingmu,” tegas Umar.
“Demi Allah, aku memilih pendamping yang mulia, yaitu engkau wahai suamiku. Ambilah seluruh perhiasan ini.” Jawab Fathimah kepada suaminya.
Tanpa ragu, Fathimah menyerahkan seluruh perhiasannya untuk diserahkan ke Baitul Maal. Demi menaati perintah suaminya. Tak hanya perhiasan milik dirinya, ia pun merelakan harta suaminya diserahkan ke Baitul Maal. Saat awal memerintah, Umar bin Abdul Aziz memiliki kuda-kuda tunggangan minyak wangi serta perhiasan. Sesudah menjabat khalifah semua kekayaan ia jual sehingga terkumpul 23 ribu dirham dan langsung diserahkan ke Baitul Maal. Fathimah tidak mengeluh ketika kemudian sebagai konsekuensinya ia dan keluarganya harus memakan roti dengan sedikit garam. Kondisi kesederhanaan ini dijalani Fathimah dengan ikhlas.
Dalam satu riwayat dikisahkan dari gajinya sebagai khalifah, sang suami mendapat gaji sebesar 40.000 dinar setahun. Namun Umar bin Abdul Aziz hanya mengambil 400 dinar setahun untuk ia dan keluarganya Menjelang wafatnya, Umar bin Abdul Aziz berwasiat “Aku tinggalkan untuk mereka (keluarga Umar) ketakwaan kepada Allah. Kalau mereka salih, maka Allah akan menjamin mereka. Namun, bila tidak, aku tidak akan meninggalkan apa pun yang bisa digunakan untuk bermaksiat kepada Allah.” 
 Sepeninggal suaminya, Fathimah didatangi saudara laiki-lakinya, yaitu Yazid bin Abdul Malik. “Fathimah, aku tahu kalau suamimu telah mengambil semua perhiasanmu dan memasukkannya ke Baitul Maal. Kalau engkau mau, aku bisa mengambilkannya kemabali untukmu,” ujarnya.
Mendengar itu, Fathimah menjawab dengan tegas, “Wahai Yazid, apakah engkau ingin aku mengambil kembali apa yang sudah diberikan oleh suamiku kepada Baitul Maal ? Demi Allah, aku menaatinya saat ia hidup, juga saat ia tiada.”Demikian Fathimah binti Abdul Malik menjalani hidupnya. Baginya kezuhudan terhadap dunia dan ketaatan kepada Allah adalah yang utama dibandingkan harta dunia dan isinya.
 Disadur dari : Majalah Ummi, 2008

Posted by ashidqy hayun on 11.42 in | No comments
islam-sujud
Ada seorang laki-laki yang beragama Nasrani dan biasa dipanggil dengan julukan ”Abu Ismail”, tepatnya di daerah Al Mushil. Ketia ia sedang berjalan-jalan di suatu malam, ia telah mengetahui ada seorang laki-laki sedang melaksanakan salat Tahajud di dalam rumahnya. Orang tersebut sedang membaca surat Ali Imran.
Setelah mendengar dan menghayati apa yang dibacakan orang yang salat tadi, ia hampir pingsan sampai menjerit secara histeris serta badannya gemetaran, hingga fajar telah datang keadaan tersebut dialami oleh Abu Ismail.
Ia menyatakan bertekad untuk masuk Islam pada pagi harinya, dan kemudian ia pergi ke tempat Al Misiliy secara bergegas untuk minta ijin ikut tinggal di sana bersamanya, sampai akhirnya ia diterima.
Menangis adalah kebiasaan terbaru Abu Ismail, karena menangis terus menerus, mengakibatkan melemahnya fungsi penglihatannya, kemudian dia ditanya, disuruh menceritakan mengenai ”Fatah”. Ia menangis dulu sebelum menjawabnya, lalu ia berkata, ”Tentang Al Fatah, akan saya ceritakan kepada Anda. Demi Allah, sesungguhnya ia adalah bagaikan orang suci, hatinya selalu menggantung dengan Dzat yang di atas sana, tentang keduniaan tiada tempat dihatinya”. Kemudian Abu Ismail berkata lagi, bahwa dirinya ingin sekali seperti Al Fatah, ceritanya lalu dilanjutkan, ”Pada hari raya, suatu hari saya telah bersamanya, kami kumpul bersama, saya pulang bersama dengan dia ketika orang-orang sudah bubar”.
Kabut yang telah menyilimuti kota Madinah, telah ia pandangi, pandangannya telah menerawang, lalu ia berkata sambil menangis, ”Orang-orang telah mendekatkan persembahannya. Duhai, apakah yang dapat aku persembahkan kepada-Mu wahai kekasih”.
Setelah mengucapkan kalimat demikian ia jatuh hingga pingsan, dengan segera orang yang berada disampingnya bergegas mencari air dan mengusapkan ke wajahnya. Tak lama kemudian ia telah siuman. Ia mendongakan wajahnya ke langit, ketika telah memasuki satu gang di kota Madinah, sambil berkata, ”Tentang angan-anganku, kau telah tahu segalanya, kebimbanganku dan juga kesedihanku di jalan duniawi, hingga sampai kapankah aku bertahan, wahai Kekasihku”. Lagi-lagi setelah mengucapkan kalimat tersebut dia telah jatuh pingsan, agar menjadi sadar kembali, orang yang yang berada disampingnya, mengambil air dan mengusapkan ke wajahnya. Belum begitu lama kejadian tersebut, akhirnya ia (Abu Ismail) telah meninggal dunia.

Disadur dari : Buku ”Kisah Perjalanan Orang-orang yang Bertaubat.”
Posted by ashidqy hayun on 11.39 in | No comments
bismilah-pictureAda seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mau mengerjakan kewajiban agama dan tidak mau berbuat kebaikan. Perempuan itu senantiasa membaca Bismillah setiap kali hendak berbicara dan setiap kali dia hendak memulai sesuatu senantiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap istrinya dan senantiasa memperolok-olok istrinya. Suaminya berkata sambil mengejek, ”Asyik Bismillah, Bismillah. Sebentar-sebentar Bismillah.” Isterinya tidak berkata apa-apa sebaliknya ia berdoa kepada Allah Swt., supaya memberikan hidayah kepada suaminya. Suatu hari suaminya berkata, ”Suatu hari nanti akan aku buat kecewa dengan bacaan-bacaanmu.”
Pada suatu hari si suami memberikan kepada istrinya uang yang banyak dan menyuruhnya untuk menyimpan uang tersebut. Uang itupun disimpan oleh isterinya di tempat yang tersembunyi. Tanpa sepengetahuan istrinya, si suami mengambil uang itu dan menyimpannya di dalam perigi di belakang rumah.
Setelah beberapa hari suaminya memanggil istrinya dan berkata, ”Berikan padaku uang yang aku berikan kepadamu untuk disimpan.”Istrunya kemudian pergi ke tempat penyimpanan uang itu dan diikuti suaminya. Dengan hati-hati dia membuka tempat menyimpan uang itu dengan membaca, ”Bismillahirrahmaanirrahiim.” Ketika itu Allah Swt. menyuruh malaikat Jibril untuk mengembalikan uang itu ketempat semula dimana istrinya menyimpan uang itu. Dan uang itu diserahkan kepada suaminya. Alangkah terperanjatnya suaminya itu, dia merasa bersalah dan mengaku segala perbuatannya kepada istrinya, ketika itu juga ia bertaubat dan mulai mengerjakan perintah Allah, dan ia juga membaca Bismillah setiap kali akan melakukan pekerjaan yang baik.

Disadur dari : 1001 Kisah Teladan, heksa @bigfoot.com.

Senin, 10 Maret 2014

Posted by ashidqy hayun on 12.47 in | No comments
menikah kartun
Pertama :
"Jadilah orang yang baik, insya Allah kita akan mendapat jodoh yang baik." (QS. An-Nur : 26)

Kedua :
"Ikutilah pilihan orang yang baik, orang yang baik akan
memilih yang baik untuk jadi pasangan hidup kita."

>>> Prinsip jodoh itu :
"Berikanlah yang terbaik untuk Allah, maka Allah akan
berikan yang terbaik untukmu, cintai Allah sungguh-sungguh ." (QS.3:31)

"Maka Allah akan kirimkan orang yang mencintaimu karena Allah, sayangilah Allah dengan segenap jiwa ragamu, maka Allah akan kirimkan orang yang menyanyangimu segenap jiwa raganya." (QS.24:26)

Semoga yg baca artikel ini mendapat jodoh yg shaleh/ah, bagi yang sudah mendapatkan semoga hidupnya tambah bahagia
Aamiin yaa rabbalallamiiin.
Posted by ashidqy hayun on 12.38 in | No comments
sholehah
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Setelah menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku.
Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera.
Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja.
Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.. :
“Istriku Liliana tersayang, Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang.
maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri.
Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi.
Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya.
Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi.
Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!”
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajeri oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.
***
Begitulah penyesalan sang istri akhirnya, dia menangis dan menyesal. Ketika suaminya telah tiada, dia baru sadar betapa besarnya cinta suaminya kepada dia. Semoga hal ini tidak terjadi lagi dalam kehidupan sekarang tetapi hanya cintanya saja yang akan terjadi.
Dipublikasikan oleh berbagai sumber
(zafaran/muslimahzone.com)
Posted by ashidqy hayun on 12.31 in | No comments
ikhlas
Ikhlas itu… ketika hasil tak sebanding usaha dan harapan, tak membuatmu menyesali amal dan tenggelam dalam kesedihan.

Ikhlas itu… Ketika amal tidak bersambut apresiasi sebanding, tak membuatmu urung bertanding.

Ikhlas itu… Ketika niat baik disambut berbagai prasangka, kamu tetap berjalan tanpa berpaling muka.

Ikhlas itu… Ketika sepi dan ramai, sedikit atau banyak, menang atau kalah, kau tetap pada jalan lurus dan terus melangkah.

Ikhlas itu… ketika kau lebih mempertanyakan apa amalmu dibanding apa posisimu, apa peranmu dibanding apa kedudukanmu, apa tugasmu dibanding apa jabatanmu.

Ikhlas itu.. ketika ketersinggungan pribadi tak membuatmu keluar dari barisan dan merusak tatanan.

Ikhlas itu… ketika posisimu di atas, tak membuatmu jumawa, ketika posisimu di bawah tak membuatmu ogah bekerja.

Ikhlas itu… ketika khilaf mendorongmu minta maaf, ketika salah mendorongmu berbenah, ketika ketinggalan mendorongmu mempercepat kecepatan.

Ikhlas itu… ketika kebodohan orang lain terhadapmu, tidak kau balas dengan kebodohanmu terhadapnya, ketika kedzalimannya terhadapmu, tidak kau balas dengan kedzalimanmu terhadapnya.

Ikhlas itu… ketika kau bisa menghadapi wajah marah dengan senyum ramah, kau hadapi kata kasar dengan jiwa besar, ketika kau hadapi dusta dengan menjelaskan fakta.

Ikhlas itu…. Gampang diucapkan, sulit diterapkan….. namun tidak mustahil diusahakan…




***dari Wisma Dhangrung Fans Page on Facebook
Posted by ashidqy hayun on 12.07 in | No comments
  1. Diberi Nur pada wajahnya.
  2. Dikaruniakan oleh Allah SWTkepadanya akal yang cerdas dan otak yang pintar. 
    shalat khusyuk
  3. Hati bercahaya dan ketenangan jiwa. 
  4. Sejahtera keluarga ( sakinah, mawaddah warahmah). 
  5. Kelak di Padang Masyar tidak kepanasan malah sebaliknya. 
  6. Dapat rahmat dan hidayah dari Allah SWT. 
  7. Doanya sering terkabulkan. 
  8. Diberatkan timbangan amal dan menerima buku catatan amal melalui tangan kanan di akhirat kelak. 
  9. Dipermudah jalan baginya menuju Surga Allah. 
  10. Melintasi Jembatan Shiratal Mustakim dengan mudah. 

(Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani)

Senin, 03 Maret 2014

Posted by ashidqy hayun on 12.30 in | No comments
pangsit anjasmaraHari Jum’at kemarin ( 28 Februari 2014 ) bisa jadi adalah hari yang sedikit special bagi seluruh citivas yang ada di SMP Negeri 1 jumapolo tercinta. Bukannya tanpa sebab bila kemarin menjadi hari Jum’at yang istimewa, karena selain bertepatan dengan kegiatan Jum’at Religi yang rutin diselenggarakan oleh Rohis SMP Negeri 1 Jumapolo tiap hari Jum’at minggu ke-4 setiap bulannya, kegiatan kali ini bapak Ustadznya cukup Special juga bagi kami ( selebritis broww… hehehe… )
Alhamdulillah, Bp. Ust. Abdul Basyid atau yang lebih akrab dan lebih dikenal dengan ‘Pangsit Anjasmara’ sang mantan personel/vokalis Teamlo Solo berkenan mengisi tausiyah pada kegiatan Jum’at religi. Melalui tausiyahnya Bp. Ust. Abdul ‘Pangsit’ Basyid berpesan agar semua yang hadir bisa memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan jangan pernah kita menunda-nunda suatu pekerjaan.
Semoga saja dengan kehadiran beliau, kegiatan religious di SMP Negeri 1 jumapolo pada umumnya dan wa bil khusus bagi anak-anak Rohis jilid 2 yang di ketuai oleh Hafiz Kurmiawan dan Alfiah Niky Rizkyta, lengkap dengan seluruh personel keanggotaannya tetap istiqomah di jalan dakwah. Senantiasa mengedepankan akhlakul karimah dalam bertindak, dan dapat menjadi contoh bagi kawan-kawannya di SMP Negeri 1 jumapolo.

“Salam Dakwah…, Hidup Rohis…!!!!”

Ini lho foto kegiatan kami kemarin…


al qur'an
Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an


jum'at religi
bersahaja

sdit jumapolo
Siswa SDIT Jumapolo

ustadz
Pak Ustadz in action

rohis
Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an

pengajian akbar

rohis
Rohisnya menjeng dulu

ustadz gaul
Sedang beraksi

smpn 1 jumapolo
Jama'ah Pengajian Jum'at religi SMPN 1 Jumapolo

rohis jilid 2
Rohis Jilid 2 SMPN 1 Jumapolo

Rohis
Pose yang lain

Kerohanian Islam
Calon Wakil kepala Bag. Kurikulum ikut mejeng

Search Our Site