Prof .Dr. M.
Aburrahman MA
Dalam kehidupan makhluk bernyawa
kebersihan merupakan salah pokok dalam memelihara kelangsungan eksistensinya,
sehingga tidak ada satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya,
walaupun makhluk tersebut dinilai kotor. Pembersihan diri tersebut, secara
fisik misalnya, ada yang menggunakan air, tanah, air dan tanah. Bagi manusia
membersihkan diri tersebut dengan tanah dan air tidak cukup, tetapi ditambah
dengan menggunakan dedaunan pewangi, malahan pada zaman modern sekarang
menggunakan sabun mandi, bahkan untuk pembersih wajah ada sabun khusus dan lain
sebagainya. Pada manusia konsep kebersihan, bukan hanya secara fisik, tetapi
juga psikhis, sehingga dikenal istilah kebersihan jiwa, kebersihan hati,
kebersihan spiritual dan lain sebagaianya.
Agama dan ajaran Islam menaruh
perhatian amat tinggi pada kebersihan, baik lahiriah fisik maupun batiniyah
psikis. Kebersihan lahiriyah itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan
batiniyah. Oleh karena itu, ketika seorang Muslim melaksanakan ibadah tertentu
harus membersihkan terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Ajaran Islam yang
memiliki aspek akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak ada kaitan dengan seluruh
kebersihan ini. Hal ini terdapat dalam tata cara ibadah secara keseluruhan.
Orang yang mau shalat misalnya, diwajibkan bersih fisik dan psikhisnya. Secara
fisik badan, pakaian, dan tempat salat harus bersih, bahkan suci. Secara
psikhis atau akidah harus suci juga dari perbuatan syirik. Manusia harus suci
dari fahsya dan munkarat.
Dalam membangun konsep kebersihan,
Islam menetapkan berbagai macam peristilahan tentang kebersihan. Umpamanya,
tazkiyah, thaharah, nazhafah, dan fitrah, seperti dalam hadis yang
memerintahkan khitan, sementara dalam membangun perilaku bersih ada istilah
ikhlas, thib al-nafs, ketulusan kalbu, bersih dari dosa, tobat, dan lain-lain
sehingga makna bersih amat holistik karena menyangkut berbagai persoalan
kehidupan, baik dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, persoalannya ialah
bagimana kebersihan dalam Islam dan apa konsep Islam mengkonsepsi kebersihan.
Persoalan ini diajukan karena ketika Islam memiliki ajaran kebersihan yang amat
lengkap, ternyata dalam aspek perilaku masyarakat Muslim belum sebagaimana yang
dikehendaki ajaran Islam itu sendiri. Maka tidak heran bila orang sering bicara
tentang kebersihan di negara-negara maju yang kebetulan non-Muslim amat
mengagumkan. Diharapkan dengan tulisan ini dapat memberikan pencerahan terhadap
masyarakat yang selama ini terkesan kurang memperhatikan aspek kebersihan dan
belum sadar kebersihan yang menjadi bagian ajaran keimanan ini.
Aspek Kebersihan
Sumber ajaran Islam adalah al-Quran
dan al-Sunnah. Dalam sumber ajaran tersebut, diterangkan bukan hanya aspek
peristilahan yang digunakan tetapi juga ditemukan bagaimana sesungguhnya ajaran
Islam menyoroti kebersihan.Untuk itu, maka perlu kajian tematik, sehingga
ditemukan prinsip-prisnsipnya dan bagaimana sesungguhnya konsep kebersihan
tersebut.
Memang, sebagai ajaran yang lengkap
yang memiliki unsur-unsur akidah, syariah dan muamalah sudah semestinya konsep
tersebut ada, lebih-lebih bila dilihat dari aspek maqashid al-Syariah yang
termasuk aspek tahsini dan berkaitan dengan akhlak karimah.
1. Istilah yang digunakan
Sebagaimana disinggung al-Quran dan
Sunnah banyak menggunakan istilah-istilah yang berkaitan dengan kebersihan atau
kesucian. Dalam al-Quran ada istilah thaharah sebanyak 31 kata dan tazkiyah 59
kata. Dalam al-Quran istilah nazhafah, sementara dalam hadis kata nazhafah
dapat kita lihat dalam riwayat bukan hadis, “al-Nazhafatu min al-Iman”,,
walaupun hadis tersebut dipertanyakan keabsahannya.
2. Dalam implementasinya, maka
istilah thaharah dan nazhafah ternyata kebersihan yang bersifat lahiriyah dan
maknawiyah, sementara nazhafah atau fikih, istilah thaharah digunakan. Pada
kitab-kitab klasik dikhusukan Bab al-Thaharah yang bisasanya disandingkan
dengan Bab al-Najasah yang selanjutnya juga dibahas masalah air dan tanah,
wudu, mandi, mandi janabat, tayamum, dan lain-lain. Namun demikian, ketika
Allah menerangkan tentang penggunaan air untuk thaharah disandingkan pula
dengan kesucian secara maknawiyah, Dimaksud dengan maknawiyah ialah kesucian
dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil, sehingga dapat melaksanakan
ibadah, seperti salat dan thawaf.
3. Makna kebersihan yang digunakan
dalam Islam ternyata ada yang dilihat dari aspek kebersihan harta dan jiwa
dengan menggunakan istilah tazkiyah. Umpamanya, ungkapan Allah dalam al-Quran
ketika menyebutkan bahwa zakat yang seakar dengan tazkiyah, memang maksudnya
untuk membersihkan harta, sehingga harta yang dizakati adalah bersih dan yang
yang tidak dizakati dinilai kotor. Kebersihan dan kotor harta sebenarnya ada
korelasinya dengan jiwa. Suatu fitrah adalah kebudayaan itu sendiri, sekaligus
peradaban dan keyakinan.
Dengan demikian, maka konsep
kebersihan dan kesucian yang berdasarkan keyakinan dan kebudayaan masing-masing
ada nuansa, perbedaan, lidahnya; gajah, kerbau, dan babi yang kesohor makhluk
“menjijikan” mandi di kubangan, dan demikian seterusnya. Dalam bahasa Indonesia
terdapat kosa-kata kotor dan jijik serta kebalikannya, bersih dan suci. Namun,
semua itu baru pada tingkat lahiriyah. Lalu, bagimana Islam memberi makna
kebersihan tersebut. Justeru yang menarik lagi dalam kehidupan sehari-hari kita
sering mendengar, bahkan melakukannya sendiri, bukan hanya membersihkan badan
kita, tetapi pakaian, rumah, halaman, kendaraan dengan menggunakan istilah
mencuci pakaian, kendaraan dan lain-lain. Mencuci diambil dari kata “mensucikan”,
membikin suci yang diidentikkan dengan bersih. Ini artinya, apapun yang ada
harus dibersihkan atau disucikan.
Kebersihan dalam Islam
Hissiyah dan jasmaniah
Bersih secara konkrit adalah
kebersihan dari kotoran atau sesuatu yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat
pada badan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya yang mengakibatkan
seseorang tak nyaman dengan kotoran tersebut. Umpamanya, badan yang terkena
tanah atau kotoran tertentu, maka dinilai kotor secara jasmaniah, tidak
selamanya tidak suci. Jadi, ada perbedaan antara bersih dan suci. Mungkin ada
orang yang tampak bersih, tetapi tak suci.
Hissiyah dan maknawiyah
Al-Quran dan hadis banyak
menggunakan lafal atau kosa-kata thaharah yang mengindikasikan pada kesucian
badan dari kotoran atau najis atau sesuatu yang menimbulkan ketidaknyamanan
jasmaniah seseorang. Dalam Surat al-Maidah: 6 dan surat al-Nisa: 43, ayat yang
mewajibkan wudlu dan atau mandi sebelum shalat, misalnya tampak mengandung dua
makna sekaligus, yaitu thaharah secara hissiyah -jasmaniah (konkrit-nyata)
karena dibersihkan dengan air dan thaharah maknawiah (abstrak) karena
dibersihkan dengan air atau tanah ketika air itu tidak ada. Dikatakan
mengandung dua makna sekaligus karena pada ayat itu disebutkan juga makna,
“Sesungguhnya Allah adalah pengampun dan penyayang” pada akhir surat al-Nisa:
43 karena wudu dan mandi juga shalat adalah jalan membersihkan dosa. Kesucian
secara rohani karena dia sudah dengan ketaatan, istigfar dan taubat kepada
Allah. Pada ibadah-ibadah tersebut. Memang dalam kehidupan keseharian makna
suci ini, sering diungkapkan kepada seseorang yang sedang haid atau dalam
keadaan junub, misalnya. Orang yang sudah bersih atau suci dari haid, disebut,
“Hatta yath-hurna” (al-Baqarah: 222) bila sudah mandi junub, bukan hanya
dicuci.
Sebagimana disebutkan terdahulu
bahwa kebalikan dari thaharah adalah najasah atau najis. Dalam ungkapan lain
ada juga istilah danas, kotor Dalam Islam istilah najis terkonsep dalam fuqaha.
Mereka menetapkan bab tertentu tentang thaharah dan najis tersebut. Dahulu di
kalangan fuqaha, najis itu sendiri ditetapkan sebagai berikut: Najis
mughallzhah dan mukhaffafah. Dikatakan mughallazhah karena dalam
membersihkannya di samping mengunakan air sebanyak tujuh kali juga najis yang
dengan sekali atau dua kali cucian sudah cukup tidak lagi memerlukan tanah
sebagai tambahannya.
Ketika Islam berbicara kesucian
lahirah dan jasmaniah yang pada Mukhtasar al-Shahih al-Bukhari – Tajrid
al-Sharih sebagai berikut:
a. Dalam Kitab al-Wudu ada 89 hadis,
b. Kitab al-Ghusli ada 20 hadis,
c. Membicarakan air dan tanah
sebagai alat bersuci. Bersuci dari kotoran dan najis, sehingga seseorang dapat
melakukan salat, utamanya, dengan nyaman dan baik. Namun, di situ pun
dibicarakan bahwa berwudu itu dapat mensucikan seseorang dari perbuatan dosa.
Ketika seseorang wudu berkumur dan memasukkan air akan ke hidung, dan lain-lain
yang semuanya bersifat jasmani. Namun demikian, diterangkan pula bahwa orang
berwudu dapat menghilangkan dosa (kecil). Dengan demikian, maka bersih dalam
Islam dilihat dari aspek hissiyah dan jasmaniah adalah tidak bisa dipisahkan
dengan kesucian rohaniyah. Bersih belum tentu suci, tetapi suci bisa sudah
sekaligus juga bersih, walaupun tidak selamanya begitu. Dalam Islam kebersihan
adalah kesucian itu sendiri dan kesucian adalah kebersihan, walaupun istilah
ini tidak sama sekali merupakan garis lurus. Mungkin secara jasmaniyah bersih,
tetapi belum tentu suci sekaligus karena dia orang yang tak pernah berwudu atau
sedang dalam keadaan hadast. Namun, seringkali kebersihan dan kesucian tak
berimbang. Ada yang asal bersih di rumah, tapi tak bertanggung jawab atas
kebersihan jalan, sungai, halaman orang, dan lain-lain.
Maknawiyah
Agaknya perlu dielaborasi di sini
tentang kesucian secara maknawi yang banyakmenggunakan kata tazkiyah yang makna
asalnya berarti berkembang dan berkah. Pada dasarnya kebersihan maknawiyah
sudah disinggung di atas, tetapi dalam Islam juga menggunakan istilah tazkiyah
dalam arti tazkiyat al-nafsi sama dengan thaharat al-nafs dan tazkiyat al-mali.
a. Tazkiyah wa thaharah al-Nafs
Kesucian jiwa adalah kesucian karena
ia sebagai orang beriman Al-Quran dan Sunnah atau ajaran Islam itu berfungsi
sebagai tazkiyah, penyucian dari kesesatan diri. Maka muwahhid (orang yang
bertauhid) adalah orang yang suci juga. Untuk itu, maka kebalikannya adalah
najis, sebagai mana disebut al-Quran bahwa orang musyrik itu najis, sebagaimana
diterangkan dalam dlam surat al-Taubah: 28, “Innama al-musyrikunan najasun fala
yaqraub al-masjidal haram ba’da amihim hadza…” sebaliknya orang beriman adalah
suci jiwanya dengan akidah yang benar. Tanah Mekah dan Madinah bgi umat Islam
adalah Tanah suci karena tidak boleh diinjak oleh orang kafir. Kesucian jiwa
berkaitan juga dengan akhlak mulia dan taubat. Ketika seseorang bertaubat
berarti mensucikan dirinya dari segala dosa yang dilakukannya. Penyucian dosa
dengan istigfar dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Bagi dosa yang
memerlukan hokum pidana Islam, maka dengan melalui proses eksekusi pidana itu.
b. Tazkiyat wa thaharat al-mal
Kesucian harta adalah dimensi lain
dari dimensi kesucian dalam Islam, tetapi juga di sini tidak selamanya bahwa
menggunakan kata tazkiyah karena thuhratan atau thaharah. Namun, sebagaimana
dimaklumi zakat disebut zakat karena mensucikan harta. Memang, dalam hal ini
belum berimbang antara mensucikan badan atau masalah yang bersifat badaniyah
dengan penyucian harta, padahal banyak cara penyucian harta ini, utamanya
dengan zakat. Ongkos penyucian badan dan pemeliharaannya bila dihitung perbulan
amat mahal. Mulai dari sikat gigi dan odolnya, pakaian, malahan dari kalangan
tertentu ada yang sengaja mandi SPA dan Sauna, belum lagi dari kalangan
“perempuan” tingkat tertentu, setiap bulan mengeluarkan dana tertentu untuk
merawat wajah dan penataan rambutnya.
Untuk penyucian harta adalah dengan
mengeluarkan zakat karena zakat itu sendiri artinya suci. Belum lagi dengan
melalui sadaqah, infaq, wakaf, misalnya. Saat ini lembaga zakat membantu
orang-orang kaya menegluarkan zakatnya, sehingga harta yang dimiliki mereka
adalah harta yang suci. Allah dalam al-Quran surat al-Tubah: 103 menyatakan,
yang artinya, “Ambillah dari harta mereka sadaqah (zakat), kau sucikan dan
bersihkan mereka dengannya….).
Harta tak pernah dizakati adalah
harta yang kotor, bahkan termasuk yaknizun al-zahab wa al-fidhdhah (al-Tubah:
34) sehingga akan membakar dirinya di neraka.
Kesimpulan
Kebersihan merupakan suatu yang amat
fitri bagimakhluk hidum, utamanya makhluk bernyawa. Dalam ajaran Islam
kebersihan saja belum cukup, tetapi harus disertai kesucian, Dalam kebrsihan
yang ada kalanya menggunakan istilah thaharah atau tazkiyah semuanya berkaitan
dengan kebersihan dan kecusian, baik hissiyah maupun ma’nawwiyah, bahkan
digunakan lafal fitrah.
Konsep kebersihan yang amat jami
(konprehensif) dalam Islam, belum dimaknasi secara kontekstual dalam rangkan
membangun kebersihan dalam raga dan jiwanya. Maka dalam upaya membangun
keseimbangan ini agaknya konseptualisasikebersihan dan kesucian harus
digalakkan.
Adalah naïf jika hanya sebelah
antara kebersihan dan kesucian. Ini barangkali yang mengakibatkan mengaapa
orang Islam sering bersuci tetapi tidak bersih atau yang lain non-Muslim mereka
tak suci tetapi bersih. Yang jelas Rasul adalah “Tokoh Kebersihan, Kesucian,
dan Pelestarian Lingkungan”
Sumber : persis.or.id