Ketika Rasulullah Saw. berdakwah di Mekah dan berjalan melalui
lorong-lorong kota, ia selalu mendapat gangguan dari atas loteng sebuah rumah.
Terkadang, ia disiram air yang bau menyengat, dijatuhi tanah kotor, dan
bebatuan. Rasulullah Saw. menerima ujian dengan sabar.
Pada suatu hari, Rasulullah melewati tempat yang sama. Namun, ia merasa
aneh. Ia dapat lewat dengan mudah tanpa gangguan. Ketika pulang, ia pun tidak
melihat nenek tua Quraisy yang biasa menggangunya. Keesokan harinya, Rasulullah
melewati lorong yang sama. Dan, seperti kemarin ia tidak melihat nenek itu.
Akhirnya Rasulullah memutuskan untuk menjenguk si nenek tua.
Maka setelah selesai urusan hari ini, Rasulullah pulang lewat lorong yang
sama dan mengetuk rumah nenek tua. Rasulullah mengucapkan salam. Tak ada
jawaban. Diulanginya lagi sampai tiga kali. Setelah salam yang ketiga barulah
terdengar suara lemah dari dalam , ”Masukklah! Pintu tidak dikunci.” Rasulullah
masuk. Dilihatnya wajah nenek tua itu tampak pucat dan suaranyapun lemah.
Rasulullah mendekati si nenek tua itu. Si nenek tua terkejut setelah
mengetahui bahwa yang menjenguknya adalah Rasulullah yang setiap hari
diganggunya. Hatinya sangat terharu. Air matanya menetes di pinya. Sungguh,
handai taulan dan sanak saudaranya tidak ada yang menjenguknya, meskipun hanya
sejenak. Tak ada yang
memberinya makan dan minum. Saudara-saudaranya tak acuh dengan keadaannya.
Tetapi, orang yang selalu diganggunya, dimarahinya, dan sering ia lempari
justru datang menjenguknya. Memberinya makan, minum, menghibur, dan
mendoakannya agar segera sembuh. Air matanya mengalir deras karena penyesalan
dan terharu akan kemuliaan Rasulullah Saw.
Si nenek berkata, ”Wahai Muhammad bin Abdullah, engkau tahu aku selalu
mengganggumu ketika engkau lewat di depan rumahku. Engkau pun melihat keadaanku
hari ini. Tak ada sanak saudara yang menjengukku, padahal kondisiku sangat
lemah. Demi Tuhan Muhammad, hari ini aku ingin menjadi muslim dan mengikuti
agama yang engkau bawa. Sungguh, ini adalah agama yang penuh kasih sayang. Aku
selalu mengganggumu, tetapi engkaulah yang menjengukku ketika akau sakit.
Sementara saudaraku, tak seorang pun terlihat batang hidungnya. Sungguh, aku
akan memeluk agamamu.”
“Tempalah besi ketika
panas, sentuhlah hati ketika kepekaannya memancar”
Disadur dari buku ”Kisah-kisah Teladan untuk Keluarga” karya DR.
Mulyanto
0 komentar:
Posting Komentar